Kajian Al – Hikam Pegawai LPI ABATA Leaderss

admin

|

Mei 26, 2025

Menggantungkan Harapan pada Rahmat, Bukan Amal

Menggantungkan Harapan pada Rahmat, Bukan Amal

📖 Kajian Rutin: Membuka Hikmah Pertama Al-Hikam

Pada Kamis, 22 Mei 2025, MT Abata Leaders menyelenggarakan kajian rutin bertema Al-Hikam bersama Ustadz Jumharudin, Lc. Kajian ini membahas hikmah pertama dari kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha’illah As-Sakandari, sebuah karya tasawuf klasik yang memuat kumpulan hikmah singkat namun penuh makna.

Ustadz membacakan hikmah berikut:

“Di antara tanda seseorang bergantung pada amalnya adalah berkurangnya harapan ketika ada kesalahan atau ketergelinciran.”

Ia menjelaskan bahwa banyak orang keliru memahami hubungan antara amal dan ridha Allah. Mereka mengira amal bisa menjadi “harga” untuk membeli surga. Padahal, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Imam Bukhari:

“Tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalnya, kecuali aku diselimuti oleh rahmat Allah.”
Dengan kata lain, amal hanya menjadi sebab, bukan jaminan keselamatan.


🧭 Refleksi Amal dan Bahaya Ujub

Dalam kajian ini, Ustadz mengajak jamaah untuk merenungi pentingnya dzikir istighfar setelah shalat. Menurut beliau, istighfar menjadi sarana untuk menyadari bahwa amal ibadah kita tidak pernah sempurna. Bahkan amal saleh bisa menjadi pintu ujub jika kita merasa bangga dan lupa bahwa semua berasal dari karunia Allah.

Ujub, atau merasa bangga karena ibadah, bisa merusak makna penghambaan. Lebih parah lagi, ujub membuat seseorang kehilangan harapan kepada rahmat Allah ketika ia terjatuh dalam kesalahan. Ustadz menekankan bahwa sikap rendah hati dan taubat yang terus-menerus lebih utama daripada merasa telah cukup karena amal.


🌿 Tauhid, Kesadaran Diri, dan Ketergantungan Total

Ustadz juga menegaskan prinsip tauhid yang benar: segala pahala dan azab datang dari Allah. Segala sesuatu yang kita miliki, termasuk kemampuan untuk beribadah, merupakan anugerah-Nya. Kita hanyalah pengemis dan hamba yang tidak memiliki hak atas apapun. Hanya Allah yang benar-benar mandiri dan berkuasa atas segalanya.

Beliau mengajak jamaah untuk merenungkan beberapa ayat, seperti QS. Al-Hujurat: 17, QS. An-Nahl: 32, QS. Al-Baqarah: 245, dan QS. An-Nur: 33. Semua ayat itu menegaskan bahwa amal adalah bagian dari proses, sedangkan keberhasilan akhir datang dari rahmat dan taufik Allah.


💡 Kisah, Doa, dan Pesan Penutup

Untuk memperdalam pemahaman, Ustadz menyampaikan kisah-kisah reflektif: tentang seorang anak yang bersedekah, tentang ahli ibadah yang tidak lolos hari kiamat karena mengandalkan amal, serta mimpi seorang tokoh spiritual yang hanya berharap ampunan Allah. Kisah-kisah ini menggambarkan betapa tidak layaknya kita menyandarkan keselamatan pada amal.

Di akhir kajian, Ustadz mengajak jamaah untuk terus bersyukur dan memperbaiki niat. Ia menutup dengan doa penuh cinta:

“Ya Allah, aku meminta karena cinta-Mu.”

Pesan utama dari kajian ini jelas: bergantunglah pada rahmat Allah, bukan pada amal semata. Amal adalah bentuk ibadah, bukan alasan untuk merasa berhak. Jika kita merasa layak karena amal, maka kita akan kehilangan rasa syukur.

Menggantungkan Harapan pada Rahmat, Bukan Amal

Menggantungkan Harapan pada Rahmat, Bukan Amal

Baca Kegiatan Lainnya

Yuk Siap Sekolah Lagi! Tips Seru dan Islami

6 Tips Liburan Bermanfaat untuk Anak dari Sekolah Islam Jakarta Barat

6 Tips Liburan Bermanfaat untuk Anak

Lowongan Kerja di Excellent Islamic School (EXISS) ABATA

Bergabunglah Bersama Kami dalam Membangun Generasi Unggul!

Serunya Belajar Melukis Tempat Pensil di SD Exiss ABATA

Serunya Belajar Melukis Tempat Pensil di SD Exiss ABATA