Kita harus tahu pelajaran yang ditujukan kepada kita. Kita pun harus bisa mengambil pelajaran dari apa yang menimpa badan Fir’aun yang diselamatkan Allah itu. Supaya jelas, mari kita cermati bersama, mengapa semua itu bisa terjadi. Mumi para Fir’aun kemballi dimakamkan di Kuil Laut Tersembunyi pada tahun 696 SM. Pasir juga telah menimbun tempat masuk kuburan dan tidak ada yang tahu kalau itu kuburan. Ini berlangsung hingga berabad-abad. Pada tahun 1872 M seorang petani Mesir bersama saudara-saudaranya secara tak terduga menemukan jalan masuk kuil Laut tersebut. Mereka menyembunyikan penemuan mereka. Mereka pun mondar-mandir ke kuburan itu secara sembunyi-sembunyi untuk mengambil barang yang ringan timbangannya, tetapi mahal harganya, seperti Mutiara, perhiasan, perabotan yang digunakan untuk memumikan keluarga kerajaan, dan lainnya. Mereka menjualnya dan membagi uang hasil menjual barang curian itu. Nah, seperti ada pameo, “Kalau pencuri berbeda pendapat, pencurian pun terbongkar”, pencuri bersaudara itu berselisih. Salah satu diantara mereka melaporkan kepada polisi. Ia mengakui apa yang sebenarnya terjadi setelah 10 tahun berlalu setelah menemukan tempat bersejarah itu.
Pada 6 Juli 1881, para petugas Lembaga Kepurbakalaan Mesir pergi ke kuburan dengan menurunkan 300 pekerja. Selama dua hari mereka melakukan pemindahan semua yang tersimpan dalam Kuil Laut Tersembunyi itu, termasuk semua mumi para fir’aun dan perabotan jenazah ke dalam kapal untuk kemudian diangkut ke Kairo, lalu disimpan di Museum Mesir di Bulaq (pinggiran Kairo). Menurut seorang ahli Kepurbakalaan Mesir, Ibrahim Al-Nawawi, peristiwa itu terjadi pada tahun 1902. Setelah pemindahan mumi Ramses II, ia membuka lapisan-lapisan untuk melihat secara kasat mata mumi itu dan untuk mengetahui apa yang terdapat di dalam lapisan itu. Apakah ada perhiasan, jimat, atau yang lain. Yang terlihat adalah tangann kiri Ramses II terangkat ke atas setelah lapisan yang menutupi jasadnya dibuka. Ini langsung menarik perhatian, karena tidak seperti pada mumi-mumi yang lainnya.[1]
Setelah dibuka lapisan penutup tubuhnya, tanan-tangan mumi yang lain masih melingkar di atas dada mereka, seperti terlihat pada mumi Mrinbtah. Hal ini juga dibuktikan oleh salah satu ahli kepurbakalaan yang menyaksikan langsung mumi Fir’aun ini. “Aneh sekali apa yang terlihat dari Fir’aun yang mengangkat tangan ke atas. Ia seperti sedang menolak bahaya dari dirinya.” Orang yang berkomentar dalam bentuk majaz ironi ini, mungkin tidak pernah tahu dia sedang kaget. Padahal ia telah menjelaskan terkait fenomena yang langka pada tangan kiri mumi Ramses II ini. Kita pun lalu bisa merekonstruksi apa yang terjadi sejak lebih dari 3000 tahun, tepatnya sebelum 3233 yang (yang dihasilakn dari 1225 SM [tahun Ramses II meninggal] ditambah 2008 M [masa kita sekarang]) sebagai berikut:
Fir’aun dan tantara yang mengikutinya sampai di pantai. Ia mendapati ada jalanyang terbelah di tengah-tengah laut, Fir’aun pun memutuskan untuk menjalani jalan itu, yang kemudian diikuti bala tentaranya dengan segala perbekalannya. Saat itu senyum kemenangan tampak di wajah mereka. Hanya butuh beberapa saat saja mereka bisa menyusul Bani Israel yang melarikan diri untuk kemudian dibawa kembali lagi ke Mesir. Pada saat hendak menyusul, tiba-tiba kaki-kaki kuda dan kereta pengangkut perbekalan terjerembab di dalam lumpur. Bala tantara pun turun untuk menyingkirkan kereta yang terbelah agar kereta lain bisa lewat. Senyum Ramses II seketika itu hilang. Kepanikan menguasainya. Ia heran mengapa tempat itu tiba-tiba penuh lumpur? Padahal, rombongan Bani Israel lewat di tempat itu juga. Bahkan, sapi dan binatang ternak mereka pun bisa lewat.
Adapula kerbau di sana yang jelas lebih berat daripada kuda pengangkut mereka. Namun, kaki mereka tidak tenggelam ke dasar laut. Tidak selang berapa lama menunggu, sampai bala tentaranya selesai melepaskan kuda pengngkut mereka dari lumpur, ia melihat dengan rasa tidak percaya apa yang ada di hadapannya. Ombak besar datang menuju ke arahnya. Betapa mengerikannya, lautan seperti seperti menjadi satu. Air ombak datang ke arahnya dengan bergemuruh hebat. Dengan Gerakan reflek, ia mengangkat tangan kirinya sambil memegang perisainya untuk berlindung dengan ombak yang menggulung ke arahnya. Begitu kuatnya hempasan ombak itu dan begitu kuat pula genggaman tangannya, berakibat pada mengerutnya otot-otot lengannya yang sebelah kiri. Lengan dan tangannya pun tetap seperti itu. ketika air menenggelamkannya dan maut menghampirinya, tangannya masih seperti itu.
Akan baik kalo kita berhenti sejenak untuk mengingat perubahan yang terjadi di jasadnya setelah meniggal. Seperti diketahui, ototlah yang menjadi penyebab benda hidup bisa bergerak. Otot sendiri terdiri dari sel otot. Sel otot terdiri dari urat yang terbagi menjadi dua macam: ada urat yang tebal dan ada yang tinggi. Urat ini tersusun untuk menyuplai terus menerus otot. Jika diperlukan untuk menggerakkan sendi tertentu, ada perintah dari otak kiri di saraf untuk kemudian disampaikan ke otot yang bertanggungjawab untuk menggerakkan sendi. Aliran listrik yang keluar dari otak memproses reaksi kimiawi yang berkali-kali pada posisi hubungan saraf otot yang berakhir dengan mengaktifkan enzim khusus yang menyebabkan pemecahan protein tertentu bernama ATP (Adesnosine Tri Phospate). Protein inilah yang memberikan kemampuan yang diperlukan unutk bergerak. Benang otot yang tebal saling berjalinan dengan benang otot panjang. Panjang syaraf otot pun menjadi pendek. Ada penyempitan otot sehingga gerkan yang diinginkan bisa terjadi.
Setelah mati, di dalam tubuh terjadi tahapan-tahapan sebagai berikut:
Setelah roh meninggalkan jasad, semua isyarat apapun yang keluar dari otak berhenti. Semua otak tubuh juga mengendur. Ini yang disebut dengan pengenduran pertama. Setelah dua jam, semua otot mulai mengerut. Ini yang di dalam kedokteran disebut rigor mortis (kekakuan mayat). Secara bertahap akan terjadi kekakuan pada mayat, yang dimulai dari kepala, otot wajah, lutu, dada, kedua lengan, kedua paha, betis, dan berakhir telapak tangan. Kekakuan ini berlangsung selama kurang lebih 12 jam. Pada titik ini, sudah tidak mudah menggerakkan anggota tubuh pada bagian manapun. Oleh karenanya, orang-orang yang menghadiri prosesi jenazah, menutup pelupuk mata jenazah saat pengenduran pertama, sehingga kedua matanya tidak bisa lagi terbuka.
Setelah itu, protein-protein yang membentuk otot pun mulai melemah. Selanjutnya, otot-otot pun mengendur. Inilah yang disebut dengan pengenduran kedua. Ini juga dimulai dari kepala hingga kaki. Peristiwa ini diakhiri dengan tahapan yang disebut proses pembusukan. Inilah tahapan yang dilalui oleh tubuh pada kondisi kematian normal. Pada kondisi kematian normal, seperti kematian melalui proses bunuh diri mengalami ketegangan syaraf luar biasa yang akhirnya bisa mencapai pada tahapan hilangnya roh. Dan, seketika itu juga terjadi penyempitan pada semua otot tubuh. Inilah yang disebut dengan cadaveric spasm (kejang otot pada mayat). Kejang ini menggantikan pengenduran pertama pada kematian normal. Setelah kejang, dilanjutkan dengan kekakuan mayat. Otot-otot pun menjadi menyempit. Seringkali para dokter forensic yang menangani kasus bunuh diri menemukan tangan orang yang bunuh diri menggeggam kain yang dililitkan di kepala. Dalam kondisi seperti itu, orang yang bunuh diri tidak bisa dilepaskan dari sesuatu yang digenggamnya sebelum terjadi pengenduran kedua.
Hal yang sama juga ditemukan para dokter forensic pada tangan orang yang terbunuh. Pada beberapa kasus, tangannya memegang bagian baju atau bagian rambut pembunuhnya. Ini biasanya menjadi langkah pertama yang akan dilakukan oleh para penyidik untuk mengungkap siapa pembunuhnya. Selanjutnya, sang pembunuh pun bisa ditangkap dan mendapatkan hukumannya. Ini pula yang dialami seseorang dalam kondisi tenggelam. Dalam kondisi seperti itu, kejang otot terjadi pada saat-saat akhir. Sering kali ditemukan tangan orang yang tenggelam sedang menggenggam potongan kayu kecil atau segenggam tanah dari dasar laut.
Inilah yang terjadi dengan Ramses II pada saat tenggelam. Saat itu, syarafnya mengalami ketegangan luar biasa, yang dilanjutkan dengan kejang otot. Tangan kirinya kaku. Posisi tangannya kala itu sedang emegang lengan yang dipergunakannya untuk menangkis air. Mungkin hempasan air terlalu dahsyat sehingga perisainya terlepas dari genggaman tangannya. Namun, tangannya sudah terlanjur dalam kondisi seperti itu. padahal, ototnya kejang, lalu kaku. Normalnya, pengenduran kedua akan terjadi setelah 12 atau 20 jam. Mngkin pengenduran itu terjadi pada semua anggota tubuhnyakecuali pada tangan kirinya. Otot-ototnya masih tertekan, persis seperti saat tenggelam.
Orang-orang yang mengawetkan melihat semua itu. Ketika meletakkan lengan Ramses II ke lambung atau mendekapkan ke dadanya, lengan itu kembali terangkat lagi ke posisi semula. Setelah pengawetan selesai, jasadnya diminyaki dengan minyak kelapa, balsam dan obat gosok. Sebagiannya menyerap ke otot dan persendian. Ototnya seperti karet, sementara persendiannya menjaga kelenturan otot-ototnya. Setiap kali mereka mengembalikan tangan ke dada, tangannya kembali terangkat. Mereka pun memutuskan mengikatnya ke dada dengan kain yang menyelimuti tubuhnya. Tanannya pun terikat ke dada. Abad demi abad berlalu hingga tidak kurang dari tiga ribu tahun. Pada saat jasad ini ditemukan di Kuil Laut Tersembunyi dan dipindahkan ke Museum Bulaq tahun 1902, ahli kepurbakalaan membuka ikatan itu untuk dikembalikan ke posisi saat Ramses II tenggelam. Saat itu ia sedang memegang perisai untuk menjaga dirinya dar hempasan ombak yang datang ke arahnya.
[1] Said Abu Al-Ainain, Al-Fir’aun Al-ladzi Yutharidzuhu Al-Yahudi, h.6.
**Diambil dari Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis Jilid 1 : Kemukjizatan fakta sejarah