Sungguh Islam menempatkan posisi spesial bagi orang-orang yang berilmu, dengan ditinggikannya derajat mereka para pemburu ilmu di sisi Allah SWT. Ini berbanding lurus dengan anugerah yang diberikan kepada kita manusia berupa akal. Dengan akalnya manusia mempunyai tanggung jawab lebih atasnya. Akal bukankah aksesoris semata yang diletakkan ke dalam kepala kita, sadar ataau tidak segala fasilitas yang diberikan oleh Allah nantinya akan dimintai pertanggungjawabnya di hari pembalasan. Dengan akal kita mestinya tahu mana yang disyariatkan dan mana yang harusnya kita tinggalkan.
Produk sukses dari sebuah akal adalah lahirnya manusia-manusia pembelajar yang selalu haus akan ilmu. Produk yang seharusnya ditanamkan oleh kita umat muslim sejak dini, jelas dalam ajaran kita posisi ilmu adalah sebelum amal. Ia merupakan syarat sahnya sebuah amalan.
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan:
“Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan”
Begitu pentingya arti ilmu bagi islam sehingga menempatkannya bahkan sebelum kita beramal. Dengan ilmu pula menyadarkan kita betapa kerdilnya kita di mata Allah SWT. Betapa tak ada artinya kita tanpa kemahakuasaaNya. Maka dari sini kita ambil kesimpulan bahwa satu-satunya tujuan penciptaan manusia tidak lain agar kita patuh dan tunduk kepadanya. Beribadah hanya kepadaNya. Beramal hanya karenaNya. Lalu amalan yang seperti apa yang lebih dicintai oleh Allah?
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalannya. “
Benar, Allah tidak menuntut kita untuk melakukan banyak hal. Kita hanya perlu melakukan yang terbaik dari usaha kita. Bahkan nabi Muhammad SAW selalu mencontohkan kepada kita tentang pentingnya amalan terbaik. Usaha terbaik. Prestasi terbaik. Ibadah terbaik. Sebuah riwayat menceritakan, bahwa kaki Nabi Saw sampai bengkak karena lamanya beliau melaksanakan shalat malam. Konsep ihsan yang dinyatakan Nabi Saw sebagai “engkau mengabdi kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau”, mengisyaratkan bahwa umat Islam harus berbuat yang terbaik dalam pengabdiannya kepada Allah. Sebab ihsân, yang secara harfiah berarti “berbuat baik”, mengandung ajaran tentang penghayatan akan ke-Mahahadiran Allah dalam hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadah. Pada saat demikian, maka ibadah (dalam arti sempit maupun dalam arti luas) akan diupayakan sebaik mungkin, bahkan bila perlu yang terbaik. Ini berarti, ihsân mengajarkan tentang hidup yang berkualitas dan memiliki nilai keunggulan (prestasi).
Konsep ihsan dan ahsanu amalaa inilah yang menjadi landasan SD Exiss Abata dalam mewujudkan cita-citanya melahirkan generasi yang sholeh, cerdas, terampil dan sehat. Kesadaran akan pentingnya generasi terbaik cukup beralasan jika SD Exiss Abata melakukan usaha terbaiknya pula. Tak bisa dipungkiri bahwa bimbingan ikhlas para pendidik SD Exiss Abata tanpa henti merupakan harga mutlak yang harus ditempuh demi menghasilkan potensi-potensi terbaik siswa.
Alhamdulillah atas kesabaran dan konsistensi para guru tepat tanggal 25 November 2017 lalu, siswa dan siswi SD Exiss Abata berkesempatan mengasah kemampuan mereka di bidang Matematika. Adalah rayhan, Bunga, dan Fahrana siswa kelas 6 serta Reifan dan Aiman perwakilan dari kelas 5. unjuk kemampuan pada perlombaan bertajuk “Olimpiade Matematika III (Odema III) 2017 Tingkat SD/MI Rekanan” bertempat di Ponpes Fathan Mubina.
Atas izin Allah dari perwakilan SD Exiss Abata, dua diantaranaya meraih juara. Ananda Rahyan yang menduduki juara 1 dan Ananda Farhana yang meraih juara harapan 1. Merupakan sebuah kebahagiaan karena dari sini kita dapat melihat kesungguhan civitas akademika SD Exiss Abata dalam mewujudkan visi dan misinya.
Terakhir, semoga perlombaan ini bukanlah akhir baik bagi SD Exiss Abata maupun Ananda Rayhan, Bunga dan Farhana untuk terus memberikan usaha terbaiknya.
Wallahu A’lam Bishshawab.