Back

Ka’bah: Ka’bah Pada Manuskrip Modern

Setiap tahun jama’ah haji berangkat ke Baitullah dengan hati berdebar-debar demi melihat Ka’bah, bertawaf di sana, memegang tira-tirai Ka’bah, dan membersihkan diri dari kotoran ambisi dengan berbagai ungkapan yang terucap saat berada di pintunya. Begitu banyak jiwa yang merindukan bisa menyandarkan diri di Baitus Salam ini dan terus bisa memandang sudut-sudut terindah Ka’bah. Di sanalah kita bisa melihat Hijir Ismail, Multazam, dan Hajar Aswad. Begitu banyak hati yang ingin meminum air zamzam. Begitu banyak hati yan gtersentuh dengan suara muazin yang syahdu. Suara yang memenuhi langit Mekah dan memasuki pendengaran kita agar tubuh terpuaskan.

Betapa banyak kita yang membutuhkan saat-saat intropeksi dan  perenungan diri di Mina, dan berharap rahmat Allah yang diturunkan di Arafah, juga menghadirkan keagungan Allah pada hamba-Nya yang membutuhkan-Nya. Hamba yang selalu merendahkan diri dan mencari perantara untuk menghilangkan kesedihan umat, yang pergi dengan mengumandangkan talbiah. Hamba yang kembali dengan bertakbir dan bertahmid atas nikmat pertolongan bisa menunaikan ibadah, dan nikmatmenyucikan diri dari semua dosa dan kotoran atas izin Allah.

Salah satu bukti yang ditunjukkan Allah untuk tempat ini adalah tempat disebutkan di dalam kitab suci Allah Kitab dengan jelas. Al-qur’an juga menunjukkan hal itu di dalam firman Allah Swt berikut:

??????? ????????? ??????? ?????????? ????????????? ??????? ???????? ???? ?????????

“Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya” (Qs. Al-baqarah: 144)

Ayat ini berada di tengah-tengah pembahasan pengalihan kiblat yang dimulai dari firman Allah Swt berikut:

????????? ???????????? ???? ???????? ??? ?????????? ???? ???????????? ??????? ??????? ????????? ? ???? ??????? ??????????? ????????????? ? ??????? ???? ??????? ?????? ??????? ???????????

 

“Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (Qs. Al-baqarah: 142)

Jadi, kebenaran yang diketahui Ahli Kitab pada ayat 144 Surah Al-baqarah itu terkait pengalihan kiblat ke Ka’bah. Banyak sekali yang menemukan di Injil Yohanes petunjuk terkait hal ini. Ini terkait dengan perkataan Isa kpada wanita SUmeria bahwa tempat sujud itu tidak akan pernah berada di Yerusalem atau Gunung Carmel (Yohanes 91: 4-32).

Pada manuskrip Laut Mati yang ditemukan pada pertengahan abad ke-20 didapati kalimat yang tidak dapat dibantah terkait dengan Ka’bah. Pada salah satu manuskrip Laut Mati yan gberjudul Adam wa Hawa, kita bisa membaca informasi bahwa Adam berkata pada anaknyaa, Syits, “Allah akan menunjukkan orang-orang yang terpercaya pada tempat yang mereka bangun untuk rumah Allah (Baitullah).” (Adam wa Hawa 29: 5-7). Charles—penerjemah buku itu ke dalam Bahasa Inggris—memberikan catatan[1] bahwa tidak disebutkannya kuil Yerusalem pada bab 29 (yang di dalamnya disebutkan kata Baitullah) menunjukkan bahwa buku ini ditulis di kota di bagian barat. Ia menyimpulkkan bahwa rumah Allah adalah tempat yang dipakai kaum Muslimin belajara membangun sebagai bentuk penghormatan pada Ka’bah.

Professor ini melihat langsung kemiripan antara Ka’bah di dalam Al-quran dengan penjelasan di atas yang terdapat dalam Adam wa Hawa. Ia menuduh kamu Muslimin (dalam hal ini Nabi Muhammad Saw) menyalin bagian tersebut dari buku itu. Padahal yang sebenarnya kemiripan ini benar-benar ada. Ini terlhat jelas pada firman Allah Swt berikut:

?????? ?????????? ?????????????? ??????? ????????? ???? ??? ???????? ??? ??????? ????????? ???????? ?????????????? ??????????????? ???????????? ??????????

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (Qs. Al-Hajj: 26)

Maksudnya, Allah Swt menjelaskan kepada Ibrahim tentang tempat yang akan dibangun Ka’bah. Ini hampir mirip degan bagian di atas yang terdapat pada buku Adam wa Hawa. Ada petunjuk lain yang sangat kuat di salah sati buku Pseudepigrapha berjudul The Book of The Jubilees, yang menunjukkan apa yang dikatakan Ibrahim, “Aku telah membangun rumah ini untuk diriku agar aku bisa mengokohkan namaku di atas bumi. Rumah ini akan diberi nama Baitul Ibrahim, (22-24).

Petunjuk terakhir yang bisa kita temukan terkait hal ini adalah dialog yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan Namrud. Ibrahim mengajukan dirinya untuk menjadi penjaga Baitullah atau The Steward of God’s House (lih. The Legends of Jews). Kia tidak usah pergi jauh-jauh. Taurat sendiri menyebut Mekah, tetapi dengan menggunakan kata yang juga dipergunakan di Al-qur’an : Bakah. Mungkin Al-qur’an memilih kata ini (Bakah), bukan kata yang pertama (mekah), supaya Ahli Kitab mengingatka. Karena, Taurat (Mazmur 84: -6) berbicara tentang kebahagiaan seorang haji yang telah menunikan manasik hajinya (ini terkait tafsir mereka tentang Daud) ke Baitullah.

Bagaimana di sana juga ada mata air untuk minuman jamaah haji (yang mengingatkan kita kepada SUmur Zamzam yang terdapat di Masjidil Haram.

“Kebahagiaan bagi orang-orang yang Engkau menjadi kekuatan mereka, yang sangat rindu untuk mengikuti jalan-jalan-Mu yang dikosongkan ke Rumah Suci-Mu. Ketika melewati Lembah Tangisan (Wadi Al Baka’) yang kering, mereka menjadikannya mata air. Hujan musim gugur menyelimuti mereka dengan bermacam berkah,” (Mazmur 84: 5-6)

Kata Lembah Tangisan tersebut merupakan terjemah nama tempat. Kaidah dalam penerjemahan, nama tiidak diterjemahkan. Ilmuwan popular Einsten tidak kita terjemahkan menjadi ‘satu batu cadas’. Namun, kita tetap menuliskannya dengan Einsten. Oleh karenanya, terjemahan dalam bahasa Inggris untuk kata itu adalah The Valley of Baca (Lembaha Baca). Ini lebih mendekati pada pertimbangan ilmiah dalam penerjamahan. Sayangnya, penerjemah Arab tidak menjamin kemiripan seperti ini, bahkan kesesuaian antara kita itu dengan kota suci umat Islam. Anehnya, kita sampai sekarang tidak mengetahui di Yerusalem (kota yang menjadi tujuan haji Ahli Kitab) ada satu lembah yang disebut Lembah Tangisan atau Lembah Bakah, seperti yang disebutkan di rujukan berikut:

Baca : weeping valley near Jerusalem, and the valley of Rephaim whose axzct locality is uncertain (Young’s Concordance, h. 67)

Begitu juga kita mendapati petunjuk yang jelas tentang Ka’abah di salah satu buku penting kaum Nasrani. Buku itu ditulis Pastor Hermes yang mendapat sukses besar dan respons yang luar biasa. Sukses ini setelah Irenaeus, Athanasius, dan Origenes menyebut buku Hermes itu sebagai tingkat kitab suci. Pada awal-awal abad ke-4, Uskup Eusebius menyebut buku itu dibaca pastor dan digunakan untuk bahan pengajaran dan nasihat. Hermes menyebutkan bagaimana Ka’bah diambil oleh malaikat di atas gunung dan terlihat batu besar di sekitarnya berjumlah 12 gunung.

Di tengah-tengah batu besar berwarna putih, Ka’bah itu berdiri tegak. Bangunannya lebih tinggi daripada gunung dan berbentuk persegi empat. Bangunan ini memungkinkan untk memat seluruh semesta. Ia berada di padang tandus itu sudah sejak dulu. Ada pintu yang terkbur. Yang terlihat itu baru digali. Ia bisa bersinar lebih besar daripada matahari. Saya terheran-heran dengan cahayanya. Di sekitar  pintunya, ada 12 gadis mengenakan pakaian yang terbuat dari pohon rami biznar yang bagus sekali. Wanita-wanita itu memperlihatkan lengan-lengan mereka yang bagian kanan, seperti saat mereka mengangkat beban yang berat.

Bangunan persegi empat di tengah-tengah gunung. Ia berpintu dan di sekitarnya banyak orang yang bertawaf dengan membuka salah satu lengannya. Bukankah ini mengingatkan kita pada Ka’bah? Pembicaraan tentang Baitullah menyeret pada pemicaraan tentang Baitul Makmur yang dalam teologi Islam berada di langit ke tujuh. Baitul Makmur sendiri posisinya sama dengan Ka’bah di bumi. Dalam hadis Nabi Muhammad aw terkait dengan Mikraj Nabi ada informasi sebagai berikut:

“Kemdian kami naikkan ke langit ke tujuh. Jibril pun meminta dibkakab pintu. Ada yang bertanya, ‘Siapa ini?’ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Ditanyai lagi, ‘ Siapa yang bersama Anda?’ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Ada yang bertanya, ‘Apa ia diutus kesini?’ Ia menjawab, ‘Ia memang diutus ke sini’. Kami pun lalu dibukakan pintu. Saat itu kami melihat Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Makmur. Setiap harinya ada 70 ribu malaikat yang memasuki tempat itu. Malaikat sebanyak itu tidak akan kembali lagi ke tempat itu.” (HR Ahmad dan Muslim).

Pada buku Apocalypse 21 (Perjanjian Baru), juga tertulis ciri Yerusalem baru, meskipun buku itu membicarakan satu kota dan tidak tentan rumah ibadah. Namun pada saat membaca, akan terasa bahwa seharusnya pembicaraan dalam buku ini adalah tentang Baitul Makmur. Mimpi Yohanes bahwa kota baru itu tinggi, luas, dan panjangnya sama (21:16), sungguh mengejutkan kita, karena ini hanya ssuai dengan bangunan kubus, bukan tentang kota.

Pada salah satu buku Pseudepigrapha yang berjudul Enoch, juga disebutkan ciri rumah ibadah dari langit yang hampir sesuai dengan ciri rumah ibadah umat Islam. Pada saat yang sama, penjelasannya mempunyai kesamaan dengan Yerusale baru yang terdapat pada buku Apocalypse. Buku ini menjelaskan Mikraj nabi Enoch (mungkin nabi Idris As). Ketika sampai di langit ke tujuh, ia menemukan bangunan dari kristal. Rumah ini mempunyai empat tiang yang malaikat masuk dan bertawaf di sana (Enoch LXXT 71: 5-9).

Bagian ini berbeda dengan informasi yang mengungkap mimpi Yohanes dalam memberikanciri terhadap runah (bangunan). Disebutkan bahwa mimpi Yohanes itu tidak ditemukan pada altar di Yerusalem Baru (21:20). Ini sesuai dengan pandangan Islam, di rumah (baca: langit ke tujuh) di sana. Para malaikatlah yang memasuki rumah itu ddan bertawaf di sekitarnya. Apalagi bila melihat praktik ibadah tawaf hanya ada di dalam Islam. Hal yang tidak disebutkan oleh buku Akhnukh  terkait dengan bentuk bangunan ini, justru disebutkan oleh mimpi Yohanes (yaitu bangunan brbentuk kubus). Jadi, ciri Islam terkait bangunan itu terambil dari dua buku itu. Terkait dengan tempat ibadah dari langit ini (Heavenly Temple) disebutkan oleh beberapa kitab yahudi klasik lain dalam Apocalypse, yang bisa dirujuk pada buku  The Legend of The Jews.

 

**Diambil dari Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis Jilid 1 : Kemukjizatan fakta sejarah

[1] Kata pengantar pada Adam wa hawa; apocrypha and pseudepigrapha of The Old Testament, h. 152.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *